Home CulinarySchools.org : Platform Game Masak Anak Seru & Penuh Kreativitas!

CulinarySchools.org : Platform Game Masak Anak Seru & Penuh Kreativitas!

Sabtu pagi selalu terasa istimewa di rumah kami. Bukan karena ada agenda besar atau jalan-jalan ke luar kota, tapi karena itu momen langka di mana aku bisa benar-benar bersama kedua putriku tanpa terburu waktu.

Sebagai seorang ibu rumah tangga, aku memang selalu ada di rumah. Tapi, rutinitas anak-anak yang sekolah full day dari Senin sampai Jumat membuat waktu kebersamaan kami agak terbatas. Kadang saat mereka pulang, sudah lelah, sibuk PR, dan malam pun datang terlalu cepat.

Makanya, ketika akhir pekan tiba, khususnya Sabtu dan Minggu, itu adalah “hari kami”. Hari bermain. Hari untuk tertawa. Dan akhir-akhir ini, hari untuk bermain game masak bareng di CulinarySchools.org

Cerita Dimulai dari Dapur Virtual

Semuanya bermula dari celotehan kecil Hana, anak bungsuku yang duduk di kelas 3 SD:

“Mi, aku mau jadi koki deh nanti, kayak di TV itu lho!”

Aku tersenyum. Ketertarikannya pada dunia masak-memasak mulai tumbuh sejak kami sering nonton acara kuliner bersama. Tapi jelas, dia belum bisa benar-benar memasak di dapur.

Karena aku ingin tetap mendukung minat itu, aku pun mulai mencari game memasak online yang aman dan menyenangkan untuk anak-anak.

Setelah beberapa klik dan pencarian, aku menemukan CulinarySchools.org situs yang awalnya kukira hanya untuk orang dewasa yang ingin belajar kuliner, ternyata punya koleksi game masak anak yang lengkap, gratis, dan tanpa perlu download!

Petualangan di Dunia Game Masak

Kami mulai dari game sederhana seperti Pizza Party dan Pizzeria. Di sana, anak-anak bisa membuat pizza, mengatur topping, memanggang, bahkan menyajikannya ke pelanggan virtual.

Yang bikin aku terkesan adalah: semua game di CulinarySchools.org sangat ramah anak. Tampilan visualnya cerah, lucu, dan tidak ada unsur kekerasan atau iklan yang tidak baik dan yang paling penting anak-anak belajar sambil bermain.

Petualangan di Dunia Game Masak

Kami mulai dari game sederhana seperti Pizzeria. Di sana, anak-anak bisa membuat pizza, mengatur topping, memanggang, bahkan menyajikannya ke pelanggan virtual.

Yang bikin aku terkesan adalah: semua game di CulinarySchools.org sangat ramah anak. Tampilan visualnya cerah, lucu, dan tidak ada unsur kekerasan atau iklan yang tidak baik dan yang paling penting anak-anak belajar sambil bermain.

Di Pizzeria, kita diajak menjadi koki sekaligus pelayan di sebuah restoran pizza kecil. Setiap pelanggan datang dengan pesanan yang ditampilkan dalam balon pikiran ada yang ingin makan di tempat, ada yang dibungkus untuk dibawa pulang. Waktu kita terbatas, jadi harus cekatan.

Aku dan anakku jadi kerja tim: dia pilih topping, aku siapkan minuman. Kami mulai dari pizza dasar saus, keju, dan topping standar. Tapi makin jauh kami bermain, makin banyak bahan baru yang bisa dipakai: jamur, paprika, bahkan minuman dengan berbagai varian.

Menariknya, beberapa topping harus ditaruh sebelum pizza dipanggang, dan beberapa baru ditambahkan setelahnya. Ovennya sih otomatis, jadi kita nggak perlu mikirin tingkat kematangan tapi tetap harus sigap memasukkan dan mengeluarkan pizza agar pelanggan tidak menunggu terlalu lama.

Yang paling menyenangkan adalah… rasanya seperti benar-benar punya kedai pizza sendiri. Anak-anak belajar mengatur waktu, memahami instruksi visual, dan… ya, belajar sabar juga saat pesanan mulai menumpuk.

Siapa sangka dari game sesederhana ini, kami justru menemukan momen seru yang membuat waktu sore jadi lebih hidup? Kalau kamu sedang cari aktivitas ringan namun tetap edukatif untuk anak (dan menyenangkan juga buat orang tua!), Pizzeria ini wajib kamu coba. Game-nya bisa langsung dimainkan di situs culinaryschools.org, tanpa perlu download apa pun. 

Selain Pizzeria ada juga game lain yang kedua putriku sukai yaitu game Ice Cream Bar.

Game ini terlihat sederhana di awal kita hanya perlu menyusun es krim sesuai pesanan pelanggan. Tapi ternyata, di balik tampilannya yang lucu, ada tantangan seru yang bikin kami betah memainkannya berkali-kali.

Setiap pelanggan datang dengan balon pikiran berisi pesanan unik: jenis cone, rasa es krim, topping, hingga minuman pendamping. Dan semuanya harus disusun dari bawah ke atas dengan urutan yang tepat. Kalau salah urut? Si pelanggan bakal cemberut dan waktumu akan terbuang sia-sia. Seru banget, karena ini melatih ketelitian dan fokus anak-anak tanpa mereka sadari, mereka sedang belajar sambil bermain.

Seiring kami naik level, pilihan menu jadi makin banyak. Ada es krim rasa baru, cone yang bentuknya lucu-lucu, irisan buah segar, bahkan mesin jus untuk pesanan yang makin kompleks. Tapi itulah justru bagian terbaiknya anak-anak jadi belajar bagaimana menyusun prioritas, membaca instruksi, dan menyelesaikan tantangan dengan senyum.

Ternyata selain game memasak di culinaryschools.org/kids-games juga terdapat game menarik lainnya seperti 

1. Drift Boss

Permainan ini sederhana kendalikan mobil kecil di lintasan bergelombang, kendalikan drift, cari kecepatan maksimal! Si kakak langsung terpukau, berceloteh, “Mi, lihat! Drift-nya keren kan?”. Aku pun coba ikutan, klik kiri-kanan buruk rupa dan… stumble di tikungan pertama. Dia tertawa geli, dan aku pun ikut terbahak. Barangkali aku memang bukan supir drift, tapi melihat kedua anakku tertawa bersama itu… priceless.

Percaya atau tidak, sadar malas kalah dari anak sendiri itu mengasyikkan. Tertawa bersama atas kegagalan kecil jadi bagian dari ikatan, dan sesekali, si kakak memotong, “Mi, latihan lagi deh! Nanti kita tanding lagi.”

2. Thorn and Balloons : Healing Bareng si Bungsu

Game ini penuh warna pastel balon-balon lucu yang harus dipatahkan, diiringi musik ceria, sambil menghindari rintangan seperti duri. Si bungsu langsung jatuh cinta. “Seru, Mi!” katanya sambil antusias klik dengan jari mungilnya. Aku ikutan di depannya, dan meski gameplay-nya gampang, momen menahan napas saat hampir lewati duri itu… bikin gemas sendiri.

Kami bermain bergantian; ada momen si kakak bantuin adiknya, aku yang menahan diri tidak ikut campur agar si bungsu tetap merasa mandiri. Malam itu kami berhenti setelah balon ke level 18 ketika si bungsu sudah menyerah karena semakin susah memecahkan balonnya.

3. Twin The Bin : Belajar memilah sampah yang menyenangkan

Game ini jadi salah satu favorit kami akhir-akhir ini, karena bukan hanya seru, tapi juga mengajarkan anak-anak tentang pentingnya memilah sampah dengan cara yang menyenangkan.

Di dalam permainan, anak-anak mengendalikan karakter kecil yang berdiri di bagian bawah layar. Sementara di bagian atas, sampah bergerak di atas ban berjalan. Tugas si karakter? Menangkap jenis sampah tertentu saja, misalnya hanya plastik atau hanya kertas dan mengabaikan jenis lain.

Yang bikin menantang adalah… jumlah sampah terus bergerak cepat, dan anak harus fokus hanya pada satu kategori. Di sinilah kemampuan konsentrasi, ketelitian, dan kecepatan anak diuji tanpa mereka sadari, mereka sedang belajar tentang recycling dan jenis-jenis limbah secara visual dan interaktif.

Setiap level punya misi yang berbeda kadang hanya mengumpulkan sampah organik, kadang plastik, kadang kertas atau kaca. Anak-anak jadi semakin tahu, “Oh, ini tuh masuk kategori kaca ya,” atau “Yang ini bukan kertas, berarti nggak boleh diambil.”

Dari yang awalnya hanya ingin “main sebentar”, kami malah jadi tertawa dan serius bareng saat salah tangkap jenis sampah. Aku sendiri ikut main juga karena selain menambah kebersamaan, aku bisa menyisipkan obrolan ringan soal lingkungan tanpa harus menguliahi mereka.

Kategori Game yang Bikin Kami Terus Mengeksplor

Ternyata, culinaryschools.org tidak hanya menawarkan permainan campur-campur: mereka menyusun kategori berdasarkan tema permainan. Contohnya:

Brain Games: Teka-teki logika, puzzle, mahjong, atau permainan kartu sederhana. Ideal saat ingin merangsang otak, tapi masih tetap fun dan cocok untuk anak-anak.

Arcade: Game lari-larian, match‑3, platformer yang warna-warni real quick fix usai hari sekolah panjang.

Sports: Permainan sepak bola, basket mini, atau golf sederhana; kalau mood ingin olahraga semu, game ini asyik.

Setiap kategori memberi suasana berbeda. Kadang kami mengawali we time dengan teka-teki brain, lalu lanjut ke arcade sebagai ‘hadiah’ kecil, atau memilih olahraga ringan. Interaksi kami selalu penuh tawa, saling bersaing dengan riang, tanpa membawa beban siapa paling pintar atau paling cepat.

Bukan Cuma Game, tapi Jembatan Emosional

Yang membuat momen ini terasa spesial bukan sekadar permainan. Ini tentang hubungan yang terjalin lewat tawa, kesalahan lucu, dan dukungan kecil. Saat aku serius, dan si kakak jadi cheerleader. Saat si adik khawatir gagal, dan aku bilang, “That’s okay, Nak. Kita coba lagi.” Momen ini mengajarkan: kadang input dan support lebih penting dari skor tertinggi.

 

Seorang ibu mungkin akan menginginkan anaknya berkembang: cerdas, cepat beradaptasi, dan tetap kreatif. Tapi dalam kebersamaan kecil kami, aku belajar bahwa cara mencapainya nggak selalu harus serius dan struktur. Kadang dengan cara yang ceria dan sederhana duduk bersama di depan layar laptop pagi atau sore lebih powerful daripada yang terasa formal.

More Reading

Post navigation

Index